Sabtu, 27 Februari 2010

peran suami dalam kesehatan reporduksi

MODUL PERAN SUAMI DALAM KESEHATAN REPRODUKSI



Beberapa hari yang lalu saya dapat undangan dari PSW UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta untuk mempersiapkan modul bagi para petugas di KUA yang akan melaksanakan pernikahan. Seperti kita ketahui bahwa tiap akan melaksanakan pernikahan, para calon pengantin diberi beberapa penasehatan oleh petugas KUA.

Nah...oleh PSW, bagaimana penasehatan tadi juga harus memuat nilai bahwa kesehatan reproduksi juga menjadi tanggung jawab laki-laki, maka disiapkanlah modul untuk itu.
Dengan diskusi yang cukup panjang, tiap modul kita bahas, mulai dari Kesehatan Reproduksi menurut Islam, sampai peran laki-laki dalam kesehatan reproduksi.(semuanya ada sekitar 8 modul)

Modul peran laki-laki bagi kesehatan reproduksi menjadi paling menarik, karena memang ternyata kesadaran itu masih sangat rendah. Banyak laki-laki (suami) masih menganggap kalau masalah reproduksi masih menjadi tanggung jawab pihak istri. Belum juga masalah vasektomi bagi sebagian ulama adalah hal yang haram.

Modul dasar yang sudah disiapkan oleh PSW tentang peran laki-laki dalam kesehatan reproduksi memang sudah cukup lengkap, karena mulai bagaimana seorang suami terlibat dalam hubungan suami istri, menghadapi kehamilan, perencanaan anak san seterusnya. Tapi saya melihat bahwa masih ada yang belum dicakup, yaitu peran laki-laki (suami) pada saat persalinan, peran laki-laki (suami) pada saat istri mengidap sakit yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi dan terakhir (walau tidak secara langsung berhubungan dengan kespro) yaitu peran laki-laki (suami) ketika melahirkan dan ternyata anak tersebut cacat.

Saya melihat bahwa peran suami pada saat detik-detik melahirkan cukup signifikan, karena bisa menyuport istri sehingga istri punya kekuatan untuk melahirkan, begitu juga sebaliknya jika suami bersikap acuh tak acuh, istri akan merasa berjuang sendiri untuk melahirkan anak. Hanya memang beberapa kendala juga ditemui para suami, karena ada beberapa RS atau klinik bersalin tidak mengijinkan sang suami untuk mendampingi istri dalam proses persalinan.

Tentang peran suami dalam menghadapi istri yang sakit khususnya sakit yang berkaitan dengan kespro, juga masih minim. Sebagian menganggap bahwa dengan memfasilitasi finansial saja sudah cukup. Padahal secara emosi/psikis, istri sangat membutuhkan dorongan moral, karena ini tentu menjadi masa-masa genting, penuh kekhawatiran akankah sang suami "meninggalkannya", dan banyak kekhawatiran yang lain.

Ada lagi satu masalah, yaitu tanggung jawab laki-laki dalam menghadapi kelahiran, yang ternyata anak yang dilahirkan adalah anak cacat. Jangankan laki-laki, seorang wanita juga akan sock jika ternyata anak yang dilahirkan adalah anak yang cacat, tapi mental seorang wanita akan lebih sangat menerima jika kenyataan ini sudah di hadapan mata, tapi bagaimana dengan laki-laki? Tentu ada yang siap, tapi tak banyak juga yang stres yang kemudian meninggalkan sang istri menghadapi kenyataan sendiri. Ironis bukan?

Ternyata persoalan kespro bukan hanyak faktor medis, tapi juga non medis, dan saya berharap dengan modul yang disiapkan, kemudian akan dilanjutkan dengan TOT bagi para KUA, akan bisa menghasilkan seorang calon suami yang siap dalam mengarungi rumah tangga, bukan hanya mental, finansial tapi juga kesiapan akan ilmu tentang kespro. Bravo PSW UIN Sunan KAlijaga Yogya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar